Subscribe

23 September 2007

PETAN: CAMILAN SIANG HARI


Bagi yang mampu, silahkan pergi ke toko-toko terdekat buat beli camilan atau snack.
Boleh dimakan langsung atau disimpan di toples, pura-puranya buat nyediakan kalo ada tamu yang tiba-tiba njengunguk muncul. Tapi biasanya camilan tersebut kalo ndak habis dikerikiti endok-endok alias anak sampeyan sendiri, yah pasti ludes sampeyan jeglak sendiri.

Camilan itu penting. Istilah kerennya Enchanted Food Suplement tambahan agar mulut ndak nggowo saat nonton TV sambil menunggu menu utama siap dimakan. Agar supaya cangkem ndak garing saat ndak ada yang sedang dikerjakan.

Taruhan, sampeyan semua pasti pernah nyamil?
Ndak ada manusia di seluruh dunia ini yang ndak pernah nyamil. Jadi meskipun sudah lengkap menu hidangan 4 sehat lima sempurna sebanyak 3 X makan, pagi, siang, malam, tetap saja manusia itu pasti butuh variasi makanan ringan atau makanan kecil di sela-sela 3X pola makannya yang tetap.

Tapi sampeyan jangan salah. Wong kere juga punya camilannya sendiri lho.
Meskipun untuk makan sehari 3 x antheb nya ndak ketulungan. Para Kerebritis selalu menemukan akal bulus nya sendiri agar cangkemnya ndak kecut lantaran ndak ada yang bisa buat emplok-emplok'an.

Percaya atau tidak, para Kerebritis ternyata lebih bersifat Karnivora dalam soal camilan.
Mereka memangsa kaum kewan, yang sumpah disawat cowek , orang berduit ndak akan doyan.
Untuk makanan kecil atau camilan atau snack, mereka makan kutu rambut, cindil (bayi tikus yang masih merah), kadal, tokek, laron, bekicot, kodok (tiga jenis terakhir ini orang berduit masih ada saja yang doyan).

Teori mata rantai makanan rupanya berlaku tidak hanya bagi kaum kewan. Ternyata, kaum manusia juga mempraktekkan foods chain theory ini. Jadi kalo sumber daya makanan sang ular yakni kodok sudah mulai lenyap, ya ular cari makanan lain. Kalo kijang mulai punah, ya harimau cari jenis makanan lain.
Begitu juga manusia kere. Kalau donat atau hamburger atau hot dog gak mampu dibeli, ya cari jenis kue lain. Kalau kacang mente atau coklat tidak terbeli ya nguntal cindil atau ngremus tumo alias kutu.

Maka dari itu, mbok yao, orang yang punya duit jangan terus-terusan mengeksplorasi jenis makanan yang sudah menjadi level makanan kaum kere. Misalnya tempo hari, para ahli menemukan bahwa tikus sawah ternyata memiliki kadar protein yang cukup tinggi. Lha nanti Tukang bakso yang ngepruk Ndasnya tikus-tikus itu jadi ndak kebagian jatah lagi. Tikus di perjualbelikan layaknya seperti ayam potong, akhirnya mahal, ujungnya wong kere yang ngaplo, alias memble ajeee.

Contoh lagi, laron dibuat rempeyek, bekicot dibuat kripik, waah itu sudah menjarah jatah rantai makanan kaum kere. Kalo orang berduit sih enak bisa semena-mena pingin makan Pizza sore hari terus malamnya ngeletuk kripik bekicot. Lha yang keree ini gimana? Kan ndak bisa eksplorasi jenis camilan atau jajanan orang berduit? Sekali tumo ya tetep saja besok atau lusa atau tahun depan tetep tumo. Ndak mungkin kan tumo tiba-tiba 'cling' ganti kacang arab?

Tapi meskipun camilan wong kere bin mbambung itu masih berbau Kewan, tapi para kaum kere selalu saja menemukan akal bulus buat menyamarkan.
Makan kutu dibilang Petan (cari kutu), ngemplok tumo beras disamarkan dengan pake buah pisang katanya untuk obat penyakit kuning alias hepatitis. Makan cindil dikatakan supaya kuat mbecak, makan kadal katanya buat obat, makan tekek dibilang buat penolak gatal-gatal. Dan masih banyak alasan yang lain.

Suatu kali Mbah Ndrongos, tetangga Karto kere yang tukang pijet urat itu ketangkap basah oleh Karto kere sedang ngunyah kecoak.

"Lhoo..mbah? kok makan kecoak?!"

Mbah Ndrongos yang sudah beberapa hari ini ndak mijet, pura-pura kaget lalu dengan santai mengambil badan kecoa yang sudah tinggal separuh itu lalu memeriksanya sebentar,

"Ini bukan kecoak, Goblok!"

Lalu Mbah Ndrongos dengan santai kembali memakan sisanya.

"Ini Walang kutho*!"

*Belalang Kota.


* * *

Tidak ada komentar: